Sudah tidak asing lagi kan menjumpai masalah sampah dewasa ini? Saya pikir masalah sampah sudah menjadi masalah klasik (mungkin) bagi setiap kota di Indonesia. Bayangkan saja, setiap kita selesai menggunakan suatu produk, kita menjumpai material sisa yang (mungkin) sudah tidak berguna kembali, yakni yang disebut sampah. Lalu, apa yang biasa kita lakukan? Mungkin salah satu jawabannya adalah membuangnya.
Apakah masalah sampah merupakan masalah yang serius? Simak 3 sajian mengenai pertanyaan ini :
VIVAnews - Ledakan keras terjadi hingga dua kali secara
beruntun di tempat pembuangan sampah limbah pabrik di Jalan Buntaran
Surabaya Barat, Jawa Timur. Akibat kejadian itu, empat orang terlempar
sejauh 3 meter, dan dua orang di antaranya disebutkan meninggal.
Demikian dikatakan Sekda Kota Bandung Edi Siswadi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (25/4/12). "Dari itulah sudah harus dipikirkan bagaimana cara penanggulangan dan pengolahan sampah secara baik. Masalah ini harus disikapi secara serius karena mengingat aspek kesehatan. Itu pula yang harus dipahami oleh masyarakat," katanya.
Menurut Edi, jangan sampai kasus penumpukan sampah di Kota Bandung pada tahun 2005 itu terulang lagi gara-gara tidak terangkut. Untuk itu, kita Pemkot Bandung tengah memikirkan cara mengatasi, salah-satunya dengan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) karena dibanding dengan cara lain yaitu Open Dumping dan Sanitary Landfill."Cara ini lebih cocok karena teknologi tinggi dan tidak memerlukan lahan yang sangat luas. Mudah-mudahan dua atau tiga tahun ke depan bisa terwujud," katanya.
Namun menurut Edi, untuk jangka pendek ini, masalah sampah pun sebenarnya bisa teratasi mulai dari komunitas terkecil yaitu keluarga. Di rumah-rumah masing-masing sudah harus bisa melakukan pemilahan antara sampah organik dan anorganik.
Dijelaskan Edi, sudah saatnya merubah pola pikir karena berdasarkan penelitian PD Kebersihan 90 persen penduduk kita malas mengolah sampah atau sekedar memilahnya. "Mereka memberikan sepenuhnya kepada petugas kebersihan. Padahal retribusi sampah yang ditarik dari warga hanya 30 persen saja atau sekitar Rp14 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp60 miliar hingga kini masih ditanggung Pemkot Bandung," katanya.
Dengan demikian, menurut Edi, perlu adanya tindakan melalui berbagai gerakan yang ditunjang aktifis lingkungan seperti Walhi juga PD Kebersihan dengan sektor lainnya dalam hal ini Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH). Gerakan itu diharapkan bisa menyadarkan masyarakat akan kepeduliannya terhadap lingkungan.
Menurutnya, perubahan pola pikir yang berdampak positif yaitu dengan mengubah sampah menjadi tambahan penghasilan. Dimana sampah-sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga diolah menjadi kompos dan pupuk. Sedangkan sampah anorganik dimanfaatkan menjadi aneka kerajinan kreatif lainnya.
Saat ini, menurut Edi, dalam seharinya sampah organik itu mencapai 60 persen atau 15 ribu meter kubik. Bila dijadikan kompos akan menghasilkan dengan 3.588 ton kompos. Bila harga jual Rp200/kg, bearti akan diperoleh Rp717,6 juta perhari.
"Namun bila dijualan dipasaran umum dengan kemasan yang bagus satu kilogramnya bisa sebesar Rp500 atau Rp600, maka akan lebih tinggi lagi nilai ekonomisnya. Belum lagi kalau dijadiakan seperti pupuk cair, briket, biogas, bioelektrik, semen beton polmer dan lain-lain," katanya.
Hal ini, dikatakan Edi, akan menjadikan sebuah potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Sayangnya, potensi ini belum digarap secara optimal. Seperti halnya di Negera Kanada, ada sebuah gerakan dengan menyediakan tong-tong sampah disetiap rumah warga diantaranya tong warna hijau untuk sampah organik sedangkan kuning untuk anorganik. (A-113/A-108)***
sumber : http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-urban/2460-masalah-sampah-di-kota-bandung-harus-disikapi-secara-serius-.html
Apakah masalah sampah merupakan masalah yang serius? Simak 3 sajian mengenai pertanyaan ini :
Pertama :
Ledakan di Pembuangan Sampah, Dua Pemulung Tewas
VIVAnews - Ledakan keras terjadi hingga dua kali secara
beruntun di tempat pembuangan sampah limbah pabrik di Jalan Buntaran
Surabaya Barat, Jawa Timur. Akibat kejadian itu, empat orang terlempar
sejauh 3 meter, dan dua orang di antaranya disebutkan meninggal.
Korban
yang meninggal adalah Jayus 40, warga Dusun Rendheng, Desa Rendeng,
Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dan Kamri 45, alamat
belum diketahui secara pasti. Ada yang menyebut tinggalnya di gubuk
sekitar lokasi kejadian.
Sementara itu, korban yang dilarikan ke
rumah sakit adalah Supadi 45, warga Gledah, Surabaya. Sementara itu,
korban selamat bernama Rahman, warga Dusun Rendheng, Kabupaten Rembang.
Rahman menuturkan, awalnya setelah makan, seperti biasanya mereka menghabiskan waktu merokok di sekitar lahan pembuangan.
Saat
merokok itulah tiba-tiba tumpukan kardus dan plastik yang ada di
depannya dengan jarak sekitar dua meter mendadak meledak. Suara keras
itu terdengar hingga dua kali. Kontan tubuh mereka semuanya terlempar
hingga jatuh di jarak sekitar 3 meter dari sumber ledakan.
Masih
menurut Rahman, dua rekannya meninggal di lokasi kejadian. Sementara
dirinya menderita sejumlah luka akibat terlempar dan berusaha menghindar
dengan berlari. Ia menyebut, bersamaan dengan ledakan, api langsung
membakar limbah di sekitarnya.
Rahman bersama sejumlah orang
segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, selain adanya korban
tersebut, sebuah sepeda motor juga hangus terbakar. Terkait itu, belum
diperoleh keterangan dari petugas kepolisian.
sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/353399-ledakan-di-pembuangan-sampah--dua-pemulung-tewas
Kedua :
Indonesia Butuh Kementerian Persampahan
Sebut Kota Megapolitan Jakarta misalnya, memiliki 6 Kab/Kota (Kepulauan Seribu, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan). Sepertinya pemerintah tidak mampu mengatasinya dan sangat kewalahan. Timbulan sampah di sana-sini, semrawut saja, dan diperkirakan sampah Jakarta perharinya mencapai 5.000-6.500 Ton/hari. Sementara, DKI Jakarta tidak memiliki Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) yang memadai. Terpaksa menyewa di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, biaya sewanya Rp.107.000/Ton, sungguh fantastis biaya sampah ini. Begitupun kota-kota penyanggah Jakarta, sebut misalnya Kota Tangerang Selatan, Banten juga tidak memiliki TPA termasuk Kota Tangerang sendiri.
Kementerian Lingkungan hidup mencatat rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari jumlah total penduduk.
Kondisi ini akan terus bertambah sesuai dengan kondisi lingkungannya.
“Setiap hari masing-masing orang menghasilkan 2,5 liter sampah,
kalkulasikan dengan jumlah penduduk,” kata Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Balthasar Kambuaya, Sabtu 14 April 2012 saat meresmikan Bank Sampah di Palembang.
Kenapa saya mencoba melempar wacana pembentukan
Kementerian Persampahan ini. Karena melihat penomena pengelolaan
persampahan di Indonesia sampai saat ini semakin memprihatinkan saja.
Pemerintah Kabupaten dan Kota sepertinya setengah hati dalam mengelola
sampahnya di daerah, hampir semua pengelolaan sampah tidak berjalan
sebagaimana mestinya dan terjadi stagnan. Juga masih ada perda sampah
yang tidak pernah di revisi dan malah ada daerah yang tidak memiliki
perda persampahan.
Ada juga satu penomena (sesuai fakta dalam survey
persampahan yang dilakukan oleh tim kami di daerah) bahwa sektor sampah
memang banyak fulus didalamnya dan menjadi sumber korupsi terbesar ada
juga di pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh “oknum” pejabat
pemerintah daerah Kab/Kota.
Ketiga :
Masalah Sampah di Kota Bandung Harus Disikapi Secara Serius
BANDUNG, - Permasalahan sampah di Kota Bandung harus disikapi secara serius mengingat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sarimukti tidak akan bertahan lama. Sementara sampah di Kota Bandung jumlahnya makin hari makin banyak, bahkan kalau disimpan per harinya bisa memenuhi 25 kali lapang sepak bola.Demikian dikatakan Sekda Kota Bandung Edi Siswadi saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (25/4/12). "Dari itulah sudah harus dipikirkan bagaimana cara penanggulangan dan pengolahan sampah secara baik. Masalah ini harus disikapi secara serius karena mengingat aspek kesehatan. Itu pula yang harus dipahami oleh masyarakat," katanya.
Menurut Edi, jangan sampai kasus penumpukan sampah di Kota Bandung pada tahun 2005 itu terulang lagi gara-gara tidak terangkut. Untuk itu, kita Pemkot Bandung tengah memikirkan cara mengatasi, salah-satunya dengan membuat Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) karena dibanding dengan cara lain yaitu Open Dumping dan Sanitary Landfill."Cara ini lebih cocok karena teknologi tinggi dan tidak memerlukan lahan yang sangat luas. Mudah-mudahan dua atau tiga tahun ke depan bisa terwujud," katanya.
Namun menurut Edi, untuk jangka pendek ini, masalah sampah pun sebenarnya bisa teratasi mulai dari komunitas terkecil yaitu keluarga. Di rumah-rumah masing-masing sudah harus bisa melakukan pemilahan antara sampah organik dan anorganik.
Dijelaskan Edi, sudah saatnya merubah pola pikir karena berdasarkan penelitian PD Kebersihan 90 persen penduduk kita malas mengolah sampah atau sekedar memilahnya. "Mereka memberikan sepenuhnya kepada petugas kebersihan. Padahal retribusi sampah yang ditarik dari warga hanya 30 persen saja atau sekitar Rp14 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp60 miliar hingga kini masih ditanggung Pemkot Bandung," katanya.
Dengan demikian, menurut Edi, perlu adanya tindakan melalui berbagai gerakan yang ditunjang aktifis lingkungan seperti Walhi juga PD Kebersihan dengan sektor lainnya dalam hal ini Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH). Gerakan itu diharapkan bisa menyadarkan masyarakat akan kepeduliannya terhadap lingkungan.
Menurutnya, perubahan pola pikir yang berdampak positif yaitu dengan mengubah sampah menjadi tambahan penghasilan. Dimana sampah-sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga diolah menjadi kompos dan pupuk. Sedangkan sampah anorganik dimanfaatkan menjadi aneka kerajinan kreatif lainnya.
Saat ini, menurut Edi, dalam seharinya sampah organik itu mencapai 60 persen atau 15 ribu meter kubik. Bila dijadikan kompos akan menghasilkan dengan 3.588 ton kompos. Bila harga jual Rp200/kg, bearti akan diperoleh Rp717,6 juta perhari.
"Namun bila dijualan dipasaran umum dengan kemasan yang bagus satu kilogramnya bisa sebesar Rp500 atau Rp600, maka akan lebih tinggi lagi nilai ekonomisnya. Belum lagi kalau dijadiakan seperti pupuk cair, briket, biogas, bioelektrik, semen beton polmer dan lain-lain," katanya.
Hal ini, dikatakan Edi, akan menjadikan sebuah potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Sayangnya, potensi ini belum digarap secara optimal. Seperti halnya di Negera Kanada, ada sebuah gerakan dengan menyediakan tong-tong sampah disetiap rumah warga diantaranya tong warna hijau untuk sampah organik sedangkan kuning untuk anorganik. (A-113/A-108)***
sumber : http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/walhi-di-media/berita-urban/2460-masalah-sampah-di-kota-bandung-harus-disikapi-secara-serius-.html
Berita di atas hanyalah 3 dari sekian sekian sekian kasus yang terjadi di Indonesia mengenai sampah.
Berikut dampak yang dihasilkan :
1. Perkembangan vektor penyakit
Wadah sampah merupakan tempat yang
sangat ideal bagi pertumbuhan vektor penyakit terutama lalat dan tikus.
Hal ini disebabkan dalam wadah sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah
yang besar. Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan
tempat berkembangnya vektor tersebut karena alasan yang sama. Sudah
barang tentu akan menurunkan kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.
Vektor penyakit terutama lalat sangat
potensial berkembangbiak di lokasi TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh
frekwensi penutupan sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan
sehingga siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung
sebelum penutupan dilaksanakan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat
ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPA
2. Pencemaran Udara
Sampah yang menumpuk dan tidak segera
terangkut merupakan sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk
bagi daerah sensitif sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan,
rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran sampah seringkali terjadi pada
sumber dan lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses
pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang
timbul sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan
sekitarnya.
Sarana pengangkutan yang tidak tertutup
dengan baik juga sangat berpotensi menimbulkan masalah bau di sepanjang
jalur yang dilalui, terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak
kendaraan.
Pada instalasi pengolahan terjadi berupa
pelepasan zat pencemar ke udara dari hasil pembuangan sampah yang tidak
sempurna; diantaranya berupa : partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon,
HCl, dioksin, dan lain-lain. Proses dekomposisi sampah di TPA secara
kontinu akan berlangsung dan dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas
seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan lain-lain yang secara langsung akan
mengganggu komposisi gas alamiah di udara, mendorong terjadinya
pemanasan global, disamping efek yang merugikan terhadap kesehatan
manusia di sekitarnya.
Pembongkaran sampah dengan volume yang
besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau.
Disamping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila
sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis.
Seperti halnya perkembangan populasi
lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang
tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA
akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak.
Produksi gas metan yang cukup besar dalam tumpukan sampah menyebabkan
api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat
mengganggu daerah sekitarnya.
3. Pencemaran Air
Prasarana dan sarana pengumpulan yang
terbuka sangat potensial menghasilkan lindi terutama pada saat turun
hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah sekitarnya akan menyebabkan
terjadinya pencemaran.
Instalasi pengolahan berskala besar
menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi
lindi yang dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk
menimbulkan pencemaran air dan tanah di sekitarnya.Lindi yang timbul di
TPA sangat mungkin mencemari lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan
dari dasar TPA yang mencemari air tanah di bawahnya. Pada lahan yang
terletak di kemiringan, kecepatan aliran air tanah akan cukup tinggi
sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur penduduk yang
trerletak pada elevasi yang lebih rendah.
Pencemaran lindi juga dapat terjadi
akibat efluen pengolahan yang belum memenuhi syarat untuk dibuang ke
badan air penerima. Karakteristik pencemar lindi yang sangat besar akan
sangat mempengaruhi kondisi badan air penerima terutama air permukaan
yang dengan mudah mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga
mematikan biota yang ada.
4. Pencemaran Tanah
Pembuangan sampah yang tidak dilakukan
dengan baik misalnya di lahan kosong atau TPA yang dioperasikan secara
sembarangan akan menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat
tertumpuknya sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan
Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang
sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut.
Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk
terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
5. Gangguan Estetika
Lahan yang terisi sampah secara terbuka
akan menimbulkan kesan pandangan yang sangat buruk sehingga mempengaruhi
estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di
lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah lainnya.
Proses pembongkaran dan pemuatan sampah
di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah
yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan.
Demikian pula dengan ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering
terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai.
Di TPA ceceran sampah terutama berasal
dari kegiatan pembongkaran yang tertiup angin atau ceceran dari
kendaraan pengangkut. Pembongkaran sampah di dalam area pengolahan
maupun ceceran sampah dari truk pengangkut akan mengurangi estetika
lingkungan sekitarnya. Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak
terawat dengan baik merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi
daerah yang dilalui.
Lokasi TPA umumnya didominasi oleh
ceceran sampah baik akibat pengangkutan yang kurang baik, aktivitas
pemulung maupun tiupan angin pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal
ini menimbulkan pandangan yang tidak menyenangkan bagi masyarakat yang
melintasi / tinggal berdekatan dengan lokasi tersebut.
6. Kemacetan Lalu lintas
Lokasi penempatan sarana / prasarana
pengumpulan sampah yang biasanya berdekatan dengan sumber potensial
seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain serta kegiatan bongkar muat
sampah berpotensi menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas.
Arus lalu lintas angkutan sampah
terutama pada lokasi tertentu seperti transfer station atau TPA
berpotensi menjadi gerakan kendaraan berat yang dapat mengganggu lalu
lintas lain; terutama bila tidak dilakukan upaya-upaya khusus untuk
mengantisipasinya.
Arus kendaraan pengangkut sampah masuk
dan keluar dari lokasi pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan
terhadap lalu lintas di sekitarnya terutama berupa kemacetan pada
jam-jam kedatangan. Pada TPA besar dengan frekwensi kedatangan truck
yang tinggi sering menimbulkan kemacetan pada jam puncak terutama bila
TPA terletak berdekatan dengan jalan umum.
7. Gangguan Kebisingan
Kebisingan akibat lalu lintas kendaraan
berat / truck timbul dari mesin-mesin, bunyi rem, gerakan bongkar muat
hidrolik, dan lain-lain yang dapat mengganggu daerah-daerah sensitif di
sekitarnya.
Di instalasi pengolahan kebisingan
timbul akibat lalu lintas kendaraan truk sampah disamping akibat bunyi
mesin pengolahan (tertutama bila digunakan mesin pencacah sampah atau
shredder). Kebisingan di sekitar lokasi TPA timbul akibat lalu lintas
kendaraan pengangkut sampah menuju dan meninggalkan TPA; disamping
operasi alat berat yang ada.
8. Dampak Sosial
Hampir tidak ada orang yang akan merasa
senang dengan adanya pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat
permukimannya. Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang /
oposisi dari masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini
secara rasional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan
pendidikan dan taraf hidup mereka, sehingga sangat penting untuk
mempertimbangkan dampak ini dan mengambil langkah-langkah aktif untuk
menghindarinya.
sumber : http://awaluddin.web.id/?p=271
Tidak hanya sebatas tulisan, namun dari 8 dampak yang ada memang sudah dirasakan efek efek dari masalah sampah tersebut.
Jadi kesimpulan saya membuat posting seperti ini adalah untuk mengajak Anda supaya :
melakukan prinsip 5R yakni -Reduce Reuse Recycle Replace Repair- (sumber : Biologi kelas X)